Arsip

Mendidik anak

Alhamdullillah kami bersyukur selalu jika melihat foto pernikahan kami itu. Sudah 5 tahun perjalanan pernikahan kami dengan segala kejadian yang ada baik di awal, tengah maupun sampai detik ini. Namun kami bersyukur masih diberi kekuatan untuk mampu melanjutkan perjalanan, semoga hingga akhir nanti. Amiiin.

Alhamdullillah pula kami bersyukur ke hadirat Allah SWT memohon kekuatan Nya selalu agar senantiasa diberi kekuatan dalam mendidik amanah berupa 2 orang anak yang telah dititipkan kepada kami. Amanah yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Amanah yang bisa membawa kami ke Surga Nya apabila kami bisa mendidiknya menjadi anak-anak yang sholeh dan sholeha, anak-anak yang mengenal siapa dirinya dan siapa Tuhan Nya, semoga bisa dan mampu menjadi seseorang yang bermanfaat kelak. Bukankah Rasullullah mengatakan sebaik-baik kamu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain?

Ah, bicara soal mendidik anak tak ada habisnya, selalu ada dan ada di setiap detik kehidupan kami sebagai orangtua. Bermula dari saat anak-anak dilahirkan hingga kini di usia Umar 4 tahun dan Azkiya 2 tahun. Tingkah polah yang beragam, keinginan yang beragam, ego diri yang beragam, serta tangisan ngambek yang beragam pula. Dan tentunya juga pola makan mereka yang beragam. Ada banyak aspek dari perkembangan seorang anak yang tak boleh kita potoong kompas terhadap anak. Pola keegoisan seorang dewasa yang biasanya ingin segala sesuatu sesuai dengan apa yang ia inginkan harus kita enyahkan dari pikiran kita ketika mendidik anak, karena anak itu seseorang yang mempunyai pikiran, perasaan dan emosi sesuai dengan usianya masing-masing.

Azkiya ketika 1,5 tahun

Sebagai seorang ibu yang juga bekerja dan juga Suami saya bekerja kantoran (bukan wiraswasta yang waktunya fleksibel) kami menerapkan konsep tarik ulur dalam mendidik anak serta pembiasaan agar anak selalu mampu untuk terbuka dengan kami sebagai orangtua. Dua buah konsep yang dijalankan beriringan dengan pengenalan akan konsep siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhan Nya. Kami ingin anak kami bisa memahami untuk apa keberadaannya di dunia ini. Diiringi pula dengan kebebasan yang bertanggungjwab dalam mengeksplorasi apa saja yang menjadi minat mereka, karena usia anakku masih 4 dan 2 tahun minat itu tentu saja belum sampai ke tahap yang pasti hanya berupa kesukaan mereka saja.

Umar misalnya saat ini dia sedang gandrung sekali dengan hal-hal yang berhubungan dengan kendaraan seperti excavator, truk, crane, mobil pengangkut sampah, mobil pemadam kebakaran, dll. Juga hal-hal yang berhubungan dengan hewan seperti dinosaurus, sapi, kambing, dll ditambah sudah mau idul qurban bertambahlah minat nya ke sapi dan kambing. Kalau Azkiya lain lagi, minat Azkiya adalah pada hal-hal yang berhubungan dengan memasak, mencuci, bebenah, dan menghias diri. Mungkin karena dia perempuan jadi minatnya ya lebih ke arah perempuan ya. Nah Saya dan Suami menerapkan konsep memberi kebebasan yang luas bagi anak untuk mengembangkan minatnya, semisal Umar kami persilahkan untuk bisa melihat-lihat youtube dan gambar-gambar di internet yang berhubungan dengan minatnya. Juga lewat buku dan mainan. Biasanya dia suka jika mainan excavatornya dimainkan langsung dengan pasir seperti yang sudah Saya ceritakan pada postingan Ini . Azkiya lain lagi biasanya dia akan suka jika diberikan kesempatan untuk bebenah, ikutan mengulek di dapur atau bahkan memakai pelembab punya Saya. Kami beri kesempatan untuk itu, tidak dilarang-larang asalkan juga masih dalam pengawasan.( Tapi kalau memakai pelembab mah, hadeeh jangan dong Kia).

Setiap pulang kerja kami berusaha agar bisa lebih dahulu menyapa anak dan berusaha memahami apa saja yang ingin mereka sampaikan saat itu, walau kadang tak jarang justru rengekan yang terdengar tapi alhamdullillah itu jarang terjadi. Kami berusaha mendengarkan dahulu cerita mereka di hari itu sekitar 10 menit lalu kami pun mandi dan bersih-bersih menjelang sholat maghrib. Ketika sholat maghrib tiba dan suami saya hendak ke masjid dekat rumah maka sesekali Umar diajak serta, biasanya sudah Saya tuntun untuk wudhu terlebih dahulu dari rumah dan memakai sarung. Ini untuk pembiasaan anak untuk ke mesjid saja selain juga mesjid tersebut merupakan lokasi sekolahnya Umar sehingga seringkali ada teman-temannya ikutan sholat maghrib juga dengan ayah masing-masing. Sedangkan Azkiya akan Saya ajak sesekali untuk sholat di rumah dengan saya, saya pakaikan kerudung dan sesekali dengan rok yang dianggap sebagai sarung. Dia sudah bisa mengikuti gerakan sholat walaupun kadang lebih dulu untuk sujud.

Setelah sholat maghrib selesai maka waktu setelah makan malam biasanya kami berempat berkumpul di kamar. Becanda-becanda dengan Umar dan Azkiya. Terkadang Saya dan Abinya dipanjat-panjat. Umar dan Azkiya diberi kesempatan lagi untuk bercerita aktivitas hari itu sesuai bahasa mereka. Sesekali pula Umar sambil mengerjakan PR nya yang diberikan tiap 1 minggu sekali dari sekolah berupa menulis angka dan huruf. Umar ketika mengerjakan PR sukanya memasang muka malas tak bergairah, namun Saya dan Abinya berusaha agar dia terus termotivasi mengerjakan hingga selesai atau jika tak selesai saat itu bisa dilanjutkan di malam berikutnya. Intinya juga kami tak ingin anak merasakan berat dalam mengerjakan sesuatu. Kalau Azkiya lain lagi, biasanya dia akan minta dibacakan buku cerita atau didongengkan. Ya, terkadang Saya suka aja mendongeng dengan bahasa sendiri walaupun belum bagus tapi yang penting nilai-nilai yang diajarkan bisa sedikit banyak diserap oleh anak, bercerita dengan buku cerita juga sama manfaatnya. Banyak hal yang diserap anak dengan baik melalui buku cerita.

Di saat weekend kami upayakan untuk tetap bersama anak-anak. Umar belajar IQRO dengan Saya dijadwalkan rutin setiap hari Sabtu, di hari lain bisa saja tapi tidak rutin. Azkiya pun sudah mulai suka menulis, caranya memegang pensil sudah menuju benar tinggal diasah lagi saja. Ada kesempatan lain kami pergi jalan ke luar rumah di tempat yang lapangannya luas semisal Monas, Taman Suropati atau Alam Fantasiana Sentul untuk menikmati keindahan alam bersama anak-anak.

Namun semua tak selamanya indah, ada saat anak-anak tak mau menuruti kita. Ada saat-saat ego mereka muncul. Di saat itulah kami harus berusaha semaksimal mungkin tak juga menuruti ego kami. Kami mencoba meredam segala ego kami, atau jika salah satu dari kami mungkin keceplosan marah maka yang lain harus bisa bersikap tenang jangan malah sama-sama marah juga, bisa repot kan tak ada penyelesaian. Tentang ini saya pernah posting di polisi jahat vs polisi baik. Sebuah konsep dimana ketika seorang Bapak sedang menjadi polisi jahat dalam arti mungkin dia marah pada anak, maka seorang ibu harus jadi polisi baik begitupun sebaliknya. Ada juga saat-saat dimana Umar dan Azkiya tidak akur, berebutan mainan ataupun tidak mau saling mengalah akan sesuatu hal. Untuk hal seperti ini maka harus pintar-pintar membujuk mereka dengan cara mengalihkan perhatian ke hal lain, kalau tidak bisa dialihkan keduanya paling nggak salah satu bisa dialihkan. Tidak jadi berantem kan minimal. Yang paling sering ya berebutan mainan. Si Umar sedang main atau sebaliknya Azkiya sedang main, maka yang lain sepertinya ingin juga main dengan mainan itu saat itu juga.

Saat ini kami sedang berusaha pula untuk mampu membekali mereka dengan aqidah yang benar. Bagaimana mengajarkan konsep Allah yang ghaib itu yang harus diajarkan pelan-pelan pada anak usia 1-5 tahun dimana pemikiran mereka masih pada hal-hal yang sifatnya nyata. Sebagaimana yang telah saya posting di karena kau begitu nyata. Doakan kami sahabat agar bisa mengemban amanah ini dengan sebaik-baiknya dan doakan pula agar anak-anak kami mampu menjadi anak yang sholeh dan sholeha amiiinnn.

Untuk ananda Fathan dan Azizah yang akan beranjak ke usia 4 tahun dan 1 tahun, Ummi senantiasa mendoakan agara ananda senatiasa ada dalam lindungan Allah SWT, yang tak pernah tidur dan tak sama dengan kita sebagai manusia. Menjadikan ananda anak sholeh dan sholeha yang diharapkan oleh kedua orangtua. amiin.

fathan

Tulisan ini disertakan pada Giveaway pertama “Anakku Sayang” yang diselenggarakan oleh Rumah Mauna

baca juga daftar isi

Pagi itu cerah, jarum jam masih menunjukkan 05.45 WIB. Aku sedang rapi-rapi hendak pergi ke kantor. Umar yang baru saja bangun mengucek-ngucek matanya seraya bertanya,
“Ummi…Ummi mau pergi ke kantor yaa…?”, tanya Umar pagi itu.
“Iya sayang, ummi pergi ke kantor dulu ya…”, kataku.
“Ummi nanti ummi pulang lagi ya…”, kata Umar lagi.
“Iya sayang…”, kataku.
“Kalau ummi kerja sore sudah pulang, kalau ummi umroh lama pulangnya…”, kata Umar.

Ya, sehabis pulang umroh beberapa saat yang lalu Umar sering mengatakan itu. Bahwa kalau Ummi kerja maka malam sudah pulang, sedangkan apabila Ummi umroh sampai 10 hari belum pulang.

Itulah yang dulu kualami, tahap-tahap yang sulit membuat anak memahami arti kita bekerja. Dulu sampai usia 3 tahun seringkali Umar masih belum rela jika kutinggal pergi, tidak setiap hari ia menangis tapi ada saat-saat dia membutuhkan aku ada di sampingnya. Dilema ibu bekerja kalau kata sebagian orang, tapi kalau aku tak mau menyebutnya dilema. Aku mempunyai cara tersendiri bagaimana mendidik anak, ini soal bagaimana membuat mereka mandiri. Bagaimana membuat mereka tetap merasa full walaupun dalam beberapa jam kita tak berada di sisinya.

Bahasa cinta? apa itu…kalau aku sendiri menganggap bahasa cinta itu adalah seluruh gerak, ucapan, perbuatan yang memberi kimia cinta di dalamnya. Ia adalah bahasa universal yang membuat manusia merasakan nyaman. Bahasa lembut, penuh kasih dan ada resonansi perasaan terdalam.

Begitulah Umar ke aku Umminya, Umar kurasakan memiliki sejuta bahasa cinta untukku. Bahkan rengekannya ketika aku ke kantor pun kusambut sebagai bahasa cintanya. Bahasa cinta bahwa dia membutuhkan kehadiranku, bahwa ia lebih membutuhkanku dibanding asisten rumah tangga. Seberapa banyak seorang anak lebih merasa nyaman berada disamping asisten rumah tangga dibanding ibunya sendiri, nightmare!!!

Sebenarnya bagaimana cara kita mendidik anak adalah cara kita pribadi dengan si anak. Hubungan pribadi yang sangat pribadi antara dua manusia. Bahkan caraku menyayangi Azkiya dan caraku menyayangi Umar sepersekian ada perbedaan, ini karena dua anak itu berbeda. Jadi aku pun memutuskan harus ada perbedaan, walaupun kadar cintanya harus sama 100 %. Adalah Umar yang lebih melankolis daripada Azkiya, hal ini membuat jika aku berbicara dengan Umar beda, bagaimana perbedaannya hanya bisa dirasakan sendiri …:D

Satu hal yang kadang membuat resah adalah bagaimana Umar ke depan, bagaimana membuatnya menjadi pribadi yang baik. Mandiri, sehat lahir batin, dan bisa mengamalkan ilmu yang dia telah peroleh sekecil apapun ilmu itu. Aku tak mengharapkan muluk-muluk ia menjadi ini dan itu, yang utama adalah sikap yang baik. Dan cita-cita itu justru kurasakan sebagai ancaman apabila Umar suatu saat menunjukkan sikap tak baik, dan di saat aku sudah lelah aku pun diam. Di saat-saat diam itulah Umar dengan serta merta menanyakanku kenapa aku diam, sekali, dua kali, tiga kali…akhirnya justru dia menangis jika aku tetap diam.

“Ummi-ummi, jangan diam aja. Maafin Umar ya..yaa…”, rengek Umar.

Sebuah rengekan yang membuatku tak kuasa, akhirnya aku pun tersenyum padanya. Setidaknya aku tidak mengomel, tapi kalo lagi mood aku juga bisa marah dengan nada alias bicara dengan Umar, mengomel…*emak-emak monster keluar dari sarangnya…

Waktu Umar pertama kali masuk TK aku mengantarnya. Luar biasa dia tak mau mengikuti pelajaran, bahkan kertas yang disodorkan gurunya pun dia remas-remas. Teman-temannya bingung, gurunya apalagi…walhasil jadilah seharian itu ia memulai sekolah dengan kacau. Hingga di waktu sekolah berikutnya aku tak bisa mengantarkan Umar sekolah lagi (setelah sebelumnya kuberi wejangan padanya, kalau ia tak baik bersikap seperti hari pertama sekolah) ia diantar oleh ibuku, daaannn Umar pun bersekolah dengan baik, sudah memiliki teman. Ibu guru pun mengatakan, “Ummi, Umar kemarin tidak diantar Ummi jadi anak mandiri deh,,,bahkan ditinggal neneknya di sekolah mau saja…”, kata gurunya. Ya seringkali memang anak itu jika diantar ibu bapaknya justru manja, dan tidak mandiri. Tapi ini kasus Umar, untuk yang lain belum tentu ya. Mendidik anak kasus per kasus.

Begitulah ..hanya itu yang bisa aku sampaikan ya…semoga bisa diambil manfaatnya…

Nb. Cerita Ini Diikutsertakan Dalam Kontes Bahasa Cinta di Atap Biru