Arsip

ekspresi diri

Hari ini Saya dapati sebuah inspirasi menulis yang luar biasabahwa menulis adalah ekspresi diri.Saya pribadi sering mendapati diri Sayasendiri lelah berjalan dalam langkah2 hidup, ingin Saya muntahkan semua rasadidada. Tak ada suara yang bisa menyampaikan hanya harap dan melalui duniamenulis lah Saya bisa ungkap semuanya secara gamblang. 

Ketika tak ada lagi sayap yang bisa Saya pakai untuk terbang makahanya dengan menulis Saya bisa ungkapkan semua dengan apa adanya. Semua yanghanya rahasia pribadi tetapi ketika Saya tuliskan semuanya begitu berarti danberasa plong di dada. Sudahkah Saya mencintai dunia menulis dengan sepenuh hati? 
Baru beberapa saat saja Saya mengikuti beberapa grup menulis di FB dan beberapa milis menulis namun mengapa justru itulah yang menginspirasi Saya  untuk terus dan terus menulis. Ketika Saya melihat karya-karya mereka Saya menemukan ide-ide segar tentang bentuk-bentuk tulisan yang membuat Saya pun ingin mencoba gaya penulisan tersebut. Benar kata sebuah teori menulis bahwa pada tahap awal seorang mencoba menulis maka bacalah karya-karya orang lain, seluruhnya, jangan dipilah. Lalu cobalah menulis dengan gaya yang disajikan penulisnya. Maka kau akan rasakan gairah menulis itu, entah kapan dan suatu saat mungkin timbul gaya kepenulisan kita sendiri. Sebuah tulisan yang mencirikan diri kita. 
Adakah sudah kau rasakan kawan? Badan, pikiran dan semangatmu dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya tulisanmu. Atau justru badan pikiran dan semangatmu justru melemah ketika disadari dengan pertanyaan “Sudah menulis apa Saya hari ini, dalam arti tulisan yang kita buat sendiri ya,,bukan catatan kuliah..:P.
Banyak bergaul dengan penulis juga baik dilakukan. Kita bisa mencuri banyak ilmu darinya. Sebagai blogger terus terang Saya menyukai blog dari sisi menulisnya, hanya sekian persen dari sisi tools yang Saya ikuti. Namun tetap saja mempelajari tools bagi blogger itu penting. Tapi sisi kepenulisan juga penting dan mempelajarinya tak sebentar. Terus terang Saya tak berharap lebih dari dunia kepenulisan. Tak berharap lebih namun berusaha belajar dan belajar terus. 
Sebuah tulisan yang baik itu adalah tulisan yang mampu mempengaruhi pembacanya menuju hal-hal yang baik. Bukan justru membuat pembaca menjadi berpikiran buruk dan tak senonoh akan sesuatu.
Saya pribadi memandang bahwa menulis itu ya sebatas menulis, menulis itu ekspresi diri. Bahkan ketika karya kita sudah dibukukan yang tentu saja telah melalui serangkaian proses pengeditan hingga layak dibukukan tetap saja jiwa kita pada intinya adalah pada menulis itu sendiri. Sebagian sahabat mungkin akan mengatakan kepada Saya bahwa Saya terlalu idealis. Ya, memang tapi jiwa itu adalah hal yang harus dipertahankan dalam bidang apapun. Ketika jiwa itu justru beralih kepada bisnis, dalam arti membisniskan hasil tulisan kita maka dalam dunia kreatif hal ini sangat-sangat tidak mengena di hati. Itulah sulitnya profesi penulis. Sebuah profesi yang beda tipis antara kreativitas dengan bisnis. 
Itulah mengapa ketika profesi penulis sudah dijadikan ajang yang terlalu bisnis akan membuat rasa menjadi hilang. Yang utama buku terbit tapi tak peduli akan isi, keterbacaan, dan segala hal lain yang tercakup dalam sebuah buku. Saya bukan penulis tapi hanya mengamati dan mencintai dunia kepenulisan. 
Jika kita membaca buku karya sastrawan yang juga seorang ulama Buya Hamka misalnya tenggelamnya Kapal Van Der Wijck kita akan melihat nuansa Sastra yang amat kental disana. Dengan setting kota Padang Panjang dan latar belakang cerita tentang percintaan antara Zainuddin dan Hayati serta perseteruan adat dari sisi ibu yang lekat pada masyarakat Sumatera Barat. Tampak disini Buya Hamka sangat apik dalam menuliskan sebuah karya yang tak hanya menceritakan hal-hal biasa namun ada penelitian dan pengalaman diri yang tersirat dari cerita tersebut. Karyanya telah menjadi karya yang terus diminati hingga saat ini beliau telah tiada. Tersirat keikhlasan seorang pengarang disana dan karya itu tetap hadir dengan jiwanya, jiwa sang pengarang.
Sebuah jiwa, semoga kita semua bisa menghayatinya. Kita memang belum menjadi seorang penulis tapi hal-hal seperti ini layak kita pahami. Hingga suatu saat nanti kesempatan untuk dapat menerbitkan karya itu datang dan diharapkan ada permintaan dari penerbitan maka kita secara mental telah siap. Siap dikritik, siap ditolak, siap diremehkan. Seperti yang dikatakan Bang Aswi bahwa bagi seorang penulis melawan kritik adalah dengan menghasilkan karya yang lain, bukan dengan kesedihan berkepanjangan.
Demikian buah pikir Saya di hari ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kawan-kawan sekalian…^^